Dua Pasang Hati

Selasa, 26 Mei 2015 - 09:28 WIB
Dua Pasang Hati
Dua Pasang Hati
A A A
Keenan tersenyum walau hanya sebentar, membuat Silvia, rekan Lara, terlena dengan wajah tampannya. ”Lara sudah melewati masa kritis, tapi masih di bawah pengawasan gue. Sekarang dia gue pindahin ke ruang intensif dulu, biar tenang dan nggak keganggu.

” Mata cowok itu beralih ke Dodo, lurus-lurus. Membuat Dodo sedikit ngeri mendapati mata cowok itu menatap tajam ke arahnya, ”Lain kali, hati-hati. Jangan pernah tinggalin Lara sendirian. Selalu ada di sampingnya.” Dodo mengangguk pasrah, semakin besarlah perasaan bersalahnya pada Lara. Bahu Dodo ditepuk-tepuk Silvia supaya cowok itu merasa lebih tenang. ”Saya permisi dulu, nanti kalo udah bisa dijenguk dikasih tahu.

” Dokter tampan itu segera berlalu dari hadapan mereka. Suara pendeteksi detak jantung menjadi satu-satunya saksi bisu sebuah tanda kehidupan dari seorang pasien perempuan yang tampak begitu lemah, rapuh, dan tak berdaya. Wajahnya menyiratkan sebuah ketakutan yang mendalam, seakan tak ada lagi yang menjadi benteng pertahanannya.

Gadis itu tergolek lemah tak sadarkan diri, setelah berjam-jam berada di sebuah ruang gelap yang dibencinya dari semasa kecil. Setiap kali ia berada di sana, ia selalu haus akan benteng pertahanan yang dulu selalu melindunginya, menggenggam tangannya disaat ia berteriak ketakutan.

Namun kini... benteng pertahanannya telah pergi, tiada lagi yang memeluknya dengan sangat erat, menggenggamnya ketika seluruh jemarinya bergetar hebat. Wanita ini begitu kesepian sepanjang hidupnya. Berkali-kali ia mencoba merajut asa dengan beberapa pria, sayangnya harus kandas di tengah perjalanan. Meskipun di awal mereka terlihat sempurna, namun di belakang begitu menusuk. Kini wanita itu sedang menangis karena kesendiriannya.

Ia tak bisa lagi menemukan benteng pertahanan dalam hidupnya, karena sang benteng telah pergi, atau bahkan... telah membentengi pertahanan lain. Hatinya begitu tercabik mengingat semua luka yang telah membekas lama di hatinya. Bertahun-tahun ia mencoba lepas dari luka masa lalunya, tetapi tidak bisa. Luka itu sudah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya yang tak akan pernah bisa digantikan oleh siapapun. Wanita itu... bertemu dengan seorang kakek tua yang berkata dengan lantangnya. ”Pergilah, hai anak muda. Benteng pertahananmu takkan pernah lari.

” Wanita itu seakan termakan oleh ucapan kakek tua itu, maka pergilah ia mencari di mana benteng pertahanannya berada. Perjalanan wanita itu tidaklah mudah. Ia harus melewati sebuah hutan rimba yang menakutkan, gelap dan mencekam. Suara-suara binatang liar seakan menjadi temannya berkelana ke setiap pelataran hutan yang begitu luas itu.

Sampai akhirnya... ia menemukan sebuah rumah pohon berwarna coklat dengan pintu kayu sebagai pintu masuknya. Hati kecilnya menyuruh wanita itu untuk mengetuk pintu rumah pohon tersebut. Apakah ini benteng pertahananku? Katanya dalam hati.

Ia pun berjalan menyusuri rumput liar yang tumbuh di sekitar rumah pohon tersebut, namun anehnya ketika ia semakin mendekat dengan rumah pohon itu, tiba-tiba rumah pohon itu terlihat menjauh, terhalangi oleh seberkas cahaya putih, hingga akhirnya rumah pohon itu benar-benar hilang. Samar-samar wanita itu melihat bayangan seorang pemuda tampan dengan posisi tangan terbuka, seolah ia hendak memberi pelukan pada wanita berparas cantik itu.

Tidak seperti si rumah pohon, saat ia mendekati bayangan pemuda tampan itu, wajah kian jelas dan terlihat memberi senyum hangat padanya. Tangannya terus terjulur ke arahnya, memanggilnya untuk mengakhiri perjalanannya di pelukan pemuda tampan itu. Wajah wanita itu berseri-seri dan mengikuti bayangan si pemuda itu.

Wanita dan pemuda itu kini sudah berhadapan satu dengan yang lain. Senyum pemuda itu memudar perlahan, dan berganti dengan raut wajah penuh kasih sayang. Hati wanita itu begitu menghangat, dan tanpa sadar air mata penuh haru perlahan terjatuh di pipinya.

Pemuda tampan itu mengulurkan tangannya, dan dengan jemarinya yang kokoh itu, ia menyeka air mata yang mengalir di wajah wanita itu. Ia kembali menyunggingkan senyumannya, seraya melebarkan tangannya lalu meraih wanita itu ke dalam dekapan hangatnya. (bersambung)

OLEH: VANIA M.BERNADETTE
(bbg)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0771 seconds (0.1#10.140)